Pendidikan tinggi seharusnya menjadi jembatan untuk menciptakan kesetaraan. Namun, belakangan ini muncul kekhawatiran serius terhadap praktik uang pangkal berjumlah fantastis di Universitas Indonesia (UI). Menanggapi fenomena ini, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) secara tegas memperingatkan ancaman segregasi sosial yang bisa timbul jika kebijakan semacam ini terus diberlakukan.
Melalui pernyataan resminya, JPPI mengajak semua pihak untuk membuka mata terhadap dampak jangka panjang dari komersialisasi pendidikan tinggi, khususnya di perguruan tinggi negeri.
Uang Pangkal Mahal: Siapa yang Benar-Benar Bisa Masuk UI?
UI dikenal sebagai salah satu kampus terbaik dan paling bergengsi di Indonesia. Namun, belakangan ini, beredar kabar bahwa uang pangkal bagi mahasiswa jalur mandiri di UI bisa mencapai ratusan juta rupiah, tergantung pada jurusan dan program studi yang dipilih.
Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran bahwa akses terhadap pendidikan tinggi bermutu kini hanya bisa dijangkau oleh kalangan ekonomi atas. Padahal, UI sebagai institusi publik seharusnya menjaga prinsip keadilan dan aksesibilitas pendidikan.
JPPI: Pendidikan Bukan Komoditas, Tapi Hak Dasar
Melalui siaran pers yang dirilis pekan ini, JPPI menegaskan bahwa pendidikan bukanlah komoditas yang boleh diperjualbelikan sesuka hati. Mereka mengingatkan bahwa konstitusi Indonesia menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan, termasuk pendidikan tinggi.
Dengan memberlakukan uang pangkal setinggi langit, UI secara tidak langsung mendorong eksklusivitas dan menjauh dari prinsip inklusivitas. JPPI pun mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mengevaluasi sistem penerimaan mahasiswa jalur mandiri secara menyeluruh.
Dampak Sosial: Kampus Elit Hanya untuk Si Mampu
Jika kebijakan uang pangkal tinggi ini terus berlanjut, maka dalam jangka panjang, kampus-kampus unggulan seperti UI bisa kehilangan keragaman sosial di lingkungan akademiknya.
Kondisi ini bukan hanya berbahaya bagi integritas sistem pendidikan, tetapi juga berdampak pada kohesi sosial nasional. Segregasi sosial di dalam kampus bisa memperkuat ketimpangan struktural di masyarakat.
Kesimpulan: Perlu Evaluasi dan Komitmen Inklusif
Kritik tajam JPPI terhadap kebijakan uang pangkal di UI bukan tanpa alasan. Jika pendidikan tinggi hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu secara finansial, maka esensi dari pendidikan sebagai alat mobilitas sosial akan hilang.