www.society.co.id – Sistem tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) dirancang untuk meningkatkan ketertiban lalu lintas tanpa harus melibatkan interaksi langsung antara petugas dan pelanggar. Namun, penerapan teknologi ini masih menyisakan sejumlah persoalan, salah satunya soal akurasi identifikasi pelanggar.
Baru-baru ini, seorang pengendara motor membagikan pengalamannya di media sosial karena menerima surat tilang elektronik yang keliru. Ia mengaku tidak melakukan pelanggaran, namun tetap mendapatkan surat konfirmasi pelanggaran yang dikirim melalui pos. Kasus ini memicu diskusi hangat di kalangan warganet dan menyoroti kembali efektivitas sistem ETLE di lapangan.
Kronologi Salah Sasaran ETLE
Pengendara tersebut, sebut saja Rian, warga Jakarta Selatan, mengungkapkan bahwa dirinya mendapat surat tilang yang mencantumkan pelanggaran berupa tidak menggunakan helm saat berkendara. Dalam unggahan di akun pribadinya, Rian menunjukkan bukti bahwa saat kejadian ia sedang berada di tempat berbeda, lengkap dengan bukti GPS dan rekaman CCTV dari rumahnya.
Lebih anehnya lagi, foto yang disertakan dalam surat tilang menampilkan motor dengan pelat nomor serupa miliknya, namun dengan merek dan model yang berbeda. Hal ini menandakan adanya kemungkinan duplikasi pelat nomor kendaraan, atau bisa juga kesalahan sistem dalam membaca dan mencocokkan data kendaraan.
Respons dari Kepolisian
Menanggapi kasus tersebut, pihak kepolisian menyatakan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengajukan klarifikasi atau sanggahan atas tilang elektronik. Proses klarifikasi dapat dilakukan melalui situs resmi ETLE atau langsung ke posko yang telah disediakan di beberapa kantor kepolisian.
Pihak Korlantas Polri juga mengakui bahwa sistem ETLE masih terus dikembangkan dan disempurnakan, termasuk penyempurnaan dalam aspek pembacaan pelat nomor, pencocokan jenis kendaraan, dan validasi pelanggaran.
“Kami tidak menutup mata terhadap kemungkinan kesalahan. Masyarakat dipersilakan melakukan klarifikasi, dan jika terbukti keliru, maka surat tilang akan dibatalkan,” ujar perwakilan Korlantas Polri.
Pentingnya Evaluasi dan Validasi Data
Kasus seperti yang dialami Rian bukanlah yang pertama. Sejumlah laporan serupa juga pernah mencuat, baik karena salah identifikasi kendaraan, hingga pelat nomor ganda yang membuat sistem keliru menentukan pelanggar.
Hal ini menegaskan pentingnya validasi data yang lebih ketat dan pembaharuan sistem yang lebih akurat. Pemerintah dan pihak berwenang perlu memastikan bahwa sistem berbasis teknologi seperti ETLE benar-benar bisa dipercaya publik, terutama ketika menyangkut data dan konsekuensi hukum.
Saran untuk Pengendara
Masyarakat yang menerima surat tilang elektronik dan merasa tidak melakukan pelanggaran disarankan untuk:
- Mengecek secara teliti foto dan data kendaraan dalam surat tilang.
- Mengumpulkan bukti pendukung seperti CCTV rumah, data GPS, atau saksi.
- Segera melakukan klarifikasi melalui website resmi ETLE atau kantor polisi terdekat.
- Melaporkan bila terjadi indikasi pemalsuan pelat nomor ke Samsat atau Polres.
Kesimpulan
Kisah Rian yang menjadi korban salah sasaran tilang elektronik menunjukkan bahwa meskipun ETLE membawa kemajuan dalam sistem penegakan hukum lalu lintas, perlu ada perhatian lebih pada akurasi dan sistem verifikasinya. Implementasi teknologi harus dibarengi dengan sistem pendukung yang memungkinkan masyarakat mendapatkan keadilan, terutama ketika terjadi kesalahan teknis.
ETLE pada dasarnya bertujuan baik untuk mengurangi pelanggaran lalu lintas dan praktik pungli. Namun tanpa evaluasi menyeluruh, kesalahan dalam sistem bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap inovasi ini. Semoga dengan penyempurnaan sistem dan keterbukaan dalam menerima klarifikasi, ETLE dapat menjadi alat bantu penegakan hukum yang benar-benar efektif dan adil bagi semua pengguna jalan.